wawancara seorang kawan

bismillaah..

jadi ceritanya, atas titipan seorang kakak yang sedang mempersiapkan diri agar kelak menjadi ibu dari anak-anak yang shalih, maka beberapa hari lalu aku mewawancara seorang kenalan yang menjadi imam tarawih di mesjid salman dan cukup terkenal karena bacaannya yang memanjakan telinga. sebut saja namanya muslim, bukan nama sebenarnya.

sebelum masuk ke inti cerita, aku mau berbagi dulu kalau si kakak yang minta tolong ini bahkan belum menikah, tapi sudah berusaha mempersiapkan diri di jauh hari. salah satu contoh yang menunjukkan kesiapan dan kedewasaan berpikir, juga sangat patut dicontoh menurutku.

pertanyaannya utamanya: bagaimana orang tuanya membesarkannya hingga besarnya jadi seperti sekarang (shalih, bacaan bagus, dll), yang dirinci menjadi berbagai pertanyaan. berikut jawabannya:
“alhamdulillah Allah masih menutup aib-aib Muslim bang”

“bilang ke kawan abang, yang paling penting jangan salah pilih pasangan”

“dulu Muslim dari kecil dibiasakan dengan islam dari hal-hal sederhana sama ummi. makan pakai tangan kanan, berdoa, makan-minum duduk, dsb”

“di rumah sering dengar bacaan ayat-ayat Al-Quran. sering juga diputar rekaman qari’-qari’ baca quran. asal malam, sebelum tidur sering dikisahkan cerita nabi-nabi dan para sahabat”

“dulu Muslim pas kecil nakal kali bang. tapi ummi ga pernah marah, asal nasehatin selalu baik-baik”

“Muslim nyesal juga telak kali muali mengahapalnya (Quran, fatah)”

“belajar irama bacaan quran pertama kali pas SMP. dulu pas SMP Muslim tinggal di MUQ, madrasah ‘ulumul Quran (pondok tahfizh). hafal quran juga muali di situ.jadi tinggal di MUQ, sekolahnya di …. (Sekolah negeri unggul di kotanya)”

saya juga sempat bertanya tentang jumlah hafalannya. seperti kebanyakan orang yang berusaha mengahafal quran, ia menghindar ketika ditanya.

“dulu sempat sampai 11 juz bang, tapi belum kuat. itu pas SMP, dalam waktu 1,5 tahun.”

“menghafal Al-Quran itu pengaruh kali faktor lingkungan sekitar.”

dalam hati aku membenarkan, teringat kisah imam syafi’i yang sempat hilang hafalannya beberapa juz karena tidak sengaja melihat betis perempuan yang tersingkap. juga kisah seorang kawan yang sudah hafidz quran tidak mau diajak foto bareng di Jonas di acara pembubaran sebuah kepanitiaan karena khawatir akan hafalannya.

kesimpulan yang saya tangkap; untuk membesarkan anak yang shalih maka orang tuanya harus shalih juga. ga mungkin ayam bertelur camar kan. ibarat burung, kalau dari kecil terkurung dalam sangkar tidak dilatih terbang, maka ia tidak akan bisa terbang walaupun ia burung. makanya segala sesuatu sebaiknya dimulai sedini mungkin. pendidikan yang baik disesuaikan dengan yang akan dididik, perlakukanlah anak-anak sesuai kapasitasnya, dan orang dewasa sesuai kapasitasnya.

*nama dirahasiakan atas permintaan yang bersangkutan. terakhir, ia juga nitip minta didoakan kepada para pembaca agar dipermudah hafal Quran, sukses di dunia (rizki, karir) dengan bermanfaat bagi orangbanyak, selamat di akhirat.

**sekalian saya juga menitip doa yang sama, semoga kita semua selalau dijaga dalam perlindunganNya

Satu pemikiran pada “wawancara seorang kawan

Tinggalkan komentar